Friday, March 17, 2006

Kisah seorang Pemeriksa Pajak Melawan Korupsi

Ini merupakan cerita sesama kolega (sama-sama pegawai negeri gitu), mungkin sebagai bahan pelajaran semua bahwa tidak semua PNS itu jelek, tapi menurutku sih banyak yang idealis gitu

Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalangkabut akibatprinsip hidup korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal datang, BPKPdatang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja.

Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali.Hidup tidak korupsi itusebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih menyenangkan.

Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung. Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA di Mojokerto,kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992.Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketikaitu mungkin termasuk generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan aruskorupsi yang sudah sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Sayapunya prinsipsatu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai ada rezeki harammenjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja yang selalu ada dalam hati saya. Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil jarak yangjelas dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisadidukung keluarga, karena isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awalketika menikah, saya sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di DepartemenKeuangan, meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi. Dari awal saya sudah berusaha menanamkan komitmen kami seperti itu. Saya jugasering ingatkan kepada isteri, bahwa kalau kita konsisten dengan jalan yang kitapilih ini, pada saat kita membutuhkan maka Allah akan selesaikan kebutuhan itu. Jadiyg penting usaha dan konsistensi kita. Saya juga suka mengulang beberapa kejadianyg kami alami selama menjalankan prinsip hidup seperti ini kepada istri. Bahwa ygpenting bagi kita adalah cukup dan berkahnya, bahwa kita bisa menjalani hidup layak.

Bukan berlebih seperti memiliki rumah dan mobil mewah. Menjalani prinsip seperti ini jelas banyak ujiannya. Di mata keluarga besarmisalnya, orangtua saya juga sebenarnya mengikuti logika umum bahwa orang pajakpasti kaya. Sehingga mereka biasa meminta kami membantu adik-adik dan keluarga. Tapikami berusaha menjelaskan bahwa kondisi kami berbeda dengan imej dan anggapan orang.

Proses memberi pemahaman seperti ini pada keluarga sulit dan membutuhkan waktubertahun-tahun. Sampai akhirnya pernah mereka berkunjung ke rumah saya di Medan,saat itulah mereka baru mengetahui dan melihat bagaimana kondisi keluarga saya,barulah perlahan-lahan mereka bisa memahami. Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksapajak. Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisadikatakan terhambat antara empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudahmenjabat Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu dimasa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karirterhambat. Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya dimata mereka buruk. Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh. Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu. Antara lain,orang-orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya.Cara keras, pelan, lewat bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar merekamendapat dukungan. Mereka pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Merekatidak ingin ada orang yang tidak seperti mereka. Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan cara palinghalus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan, setelah sekian tahunbarulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara seperti in seperti sudah direkayasa.Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dancara bekerja pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai DepartemenKeuangan. Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya.Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi teman. Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia sangat simpatikdi mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke rumah bawahan. Sayadengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan seperti keluarga sendiri.

Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga.Dan ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada anak-anak saya.Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah saja, berapalah hadiah yangdiberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau saya perhatikan. Apalagi dalam prosespertemanan itu kami sedikit saja berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga seringdatang menjemput ke rumah, mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawaanak-anak. Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah perusahaan besar.Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat besar dan luar biasajumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara palinghalus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka perusahaanitu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu, dia menganggap efekpembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisipandang saya, betapa tidak adilnyakalau tidak mengungkap temuan itu. Karenasebelumnya ada yang melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti adapembedaan. Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain. Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai logika lain lagi.Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan dan dirundingkan dengan klien,agar bisa membayar pajak dan negara untung, karena ada uang yang masuk negara.Logika seperti ini juga tidak bisa saya terima. Waktu itu, saya satu-satunyaanggotatim yang menolak dan memintaagar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski sayajuga sadar, kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu pun, laporan itu akantetap sah. Tapi saya merasa teman-teman itu sangat tidak ingin semua sepakat dansama seperti mereka. Mereka ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Palingtidak menerima. Ketika sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dandisidang di depan kepala kantor. Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwaupaya mereka untuk menjadikan orang lain tidak bersih memang direncanakan. Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabatdan sepertikeluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, ?

Sudahlah, Dik Arif tidak usahmunafik.? Saya katakan, ?Tidak munafik bagaimana Pak? Selama ini saya insya Allahkonsisten untuk tidak melakukan korupsi.? Kemudian ia sampaikan terus terang bahwauang yang selama kurang lebih dua tahun ia berikan pada anak sayaadalah uang dariklien. Ketika mendengar itu, saya sangat terpukul, apalagi merasakan sahabat ituternyata berkhianat. Karena terus terang saya belum pernah mempunyai teman sangatdekat seperti itu, kacuali yang memang sudah sama-sama punya prinsip untuk menolakuang suap. Bukan karena saya tidak mau bergaul, tapi karena kami tahu persis bahwa merekaperlahan-lahan menggiring ke arah yang mereka mau. Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apa pun, sayapulang. Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada isteri saya di rumah. Ketikamendengar cerita saya itu, isteri langsung sujud syukur. Ia lalu mengatakan, ?Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah saya pakai,?katanya. Ternyata di luar pengatahuan saya, alhamdulillah, amplop-amplo itu tidakdigunakan sedikit pun oleh isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplopitu disimpan di sebuah tempat, meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu.Amplop-amplop itu semuanya masih utuh. Termasuk tulisannya masih utuh, tidak adayang dibuka. Jumlahnya berapa saya juga tidak tahu. Yang jelas, bukan lagi puluhanjuta. Karena sudah masuk hitungan dua tahun dan diberikan hampir setiap pekan. Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya bawa kekantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi. Dalam forum itu, saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya hinggabertaburan di lantai.

Saya katakan, ? Makan uang itu, satu rupiah pun saya tidakpernah gunakan uang itu. Mulai saat ini, saya tidak pernah percaya satu punperkataan kalian.? Mereka tidak bisa bicara apa pun karena fakta obyektif, sayatidak pernah memakai uang yang mereka tuduhkan. Tapi esok harinya, saya langsungdimutasi antar seksi. Awalnya saya diauditor, lantas saya diletakkan di arsip,meski tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak. Itu berjalan sampai sekarang.Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat tarik-menarik dalam hati dankonflik batin. Apalagi keluarga saya hidup dalam kondisi terbatas. Tapialhamdulillah, sampai sekarang saya tidak tergoda untuk menggunakan uang yang tidakjelas. Ada pengalaman lain yang masih saya ingat sampai sekarang. Ketika sayamengalami kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak kedua lahir. Saat itupersis ketika saya membayar kontrak rumah dan tabungan saya habis. Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang rumahsakit untuk membawa isteri dan bayi kami ke rumah, saya tidak punya uang serupiahpun. Saya mau bcara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya Allah pekandepan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga. Akhirnya saya keluarsebentar ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu pulang dari sholat dhuha, tiba-tibasaja saya ketemu teman lama di rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidakpernah jumpa. Dia dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka diasempatkan datang ke rumah sakit. Wallahu a?lam apakah dia sudah diceritakan kondisisaya atau bagaimana, tetapi ketika ingin menyampaikan kondisi saya pada pihak rumahsakit, saya malah ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudahlunas. Alhamdulillah. Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena ada lipoma yangharus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi karena pelayanan pengguna Askestampaknya apa adanya, dan saya kasihan karena anak saya baru berumur empat tahun,saya tidak pakai Askes lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga pelayanannya juga agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya pinjam dari mana? Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling susah sekalimenyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata Allah cukupkan kebutuhan itupada detik terakhir. Ketika sedang membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tibaAllah pertemukan saya dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanyam bagaimana kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan, ?Kenapatidak bilang-bilang?? Saya sampaikan karena tidak sempat saja. Setelah teman itupulang, ketika ingin menyampaikan penundaan pembayaran, ternyata kwitansinya jugasudah dilunasi oleh teman itu. Alhamdulillah. Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan keluargabesar, di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang tadinya baik tidak memakankorupsi, tapi jatuh karena tekanan keluarga. Keluarganya minta bantuan, karenatakut dibilang pelit, mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnyamereka terjerat korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak mauterjebak begitu, saya berusaha dari awal tidak demikian. Saya berusaha cari usahalain, dengan mengajar dan sebagainya. Isteri saya juga bekerja sebagai guru. Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih banyak denganbercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka sudah puas denganpendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan pendekatan bercanda, misalnya ketikadatang tim pemeriksa dari BPK, BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkanuang untuk menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Sepertirantai makanan. Siapa memakan siapa. Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai menyuap lagi. Mereka selalutakut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan dengan bercanda, ?Uangsetan ya dimakan hantu.? Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian berdialog danakhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan diberikan kepada masyarakat.Tapi yang seperti itu tidak banyak. Sedikit sekali orang yang bisa merubah gayahidup yang semula mewah lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali. Ada juga diantara teman-teman yang beranggapan, dirinya tidak pernah memeras dantidak memakan uang korupsi secara langsung. Tapi hanya menerima uang dari atasan.

Mereka beralasan toh tidak meminta dan atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakantidak perlu bertanya uang itu dari mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kamitahu persis bahwa atasan kami tidak akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu. Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung biasanya memberiuang hari Jum?at atau akhir pekan. Istilahnya kurang lebih uang Jum?atan. Atasanyang berikutnya lagi pada momen berikutnya memberi juga. Kalau atasan yang lebih tinggi lagi biasanya memberi menjelang lebaran dansebagainya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya lebih besar uang dari atasan dibandinggaji bulanan. Orang-orang yang menerima uang seperti ini yang sulit berubah. Merekatermasuk rajin sholat, puasa sunnah dan membaca Al-Qur?an. Tetapi mereka sulitberubah. Ternyata hidup dengan korupsi memang membuat sengsara. Di antarateman-teman yang korupsi, ada juga yang akhirnya dipecat, ada yang melarikan dirikarena dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya selingkuh dan lain-lain. Meskisecara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya sekadar mapan. Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN. Awalnya dia sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika keluarganya mulaisering minta bantuan, adiknya kuliah, pengobatan keluarga dan lainnya, dia tidakbisa berterus terang tidak punya uang. Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Diapun terjebak dan merasa sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama denganteman-teman di kantor. Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir, dia ditangkappolisi ketika sedang mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun selingkuh. Teman itusekarang dipecat dan dipenjara. Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup yang bersih.Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja. Kiatnya hanya satu, terusmenerus menumbuhkan rasa takutmenggunakan dan memakan uang haram. Jangan sampaidaging kita ini tumbuh dari hasil rejeki yang haram. Saya berharap, mudah-mudahanAllah tetap memberikan pada kami keistiqomahan (matanya berkaca-kaca). Sumber:

(Majalah Tarbawi Edisi 111 Th. 7/Jumadal Ula 1426 H/23 Juni 2005)


ShoutMix chat widget